Mengenai Saya
Arsip Blog
Kamis, 19 November 2009
foto-foto dijogja
foto bersama sahabat dipantai parangtritis.....menyenangkan sekali.pantai parangtritis emang indah
nah ini dia fotoku bersama teman-teman dilempuyangan...enak buad nongkrong..bagi yang suka photografi..dateng ajah dilempuyangan
emhhh...emang narsis.ini foto dijembatan layang lempuyangan bagus ya ganbarna...pinter banget yang ngelukis..dateng ajah dijembatan lempuyangan.yang gila foto
kaliurang.......walaupun udaranya dingin...tapi sejuk banget.dan yang paling penting viewnya indah banget.kalau temen-temen liburan ke jogja jangan lupa mampir kaliurang..
ini dia...bersama teman ditempat tongkrongan.di angkringan code..
KEBUDAYAAN JOGJA
Gamelan jelas bukan musik yang asing. Popularitasnya telah merambah berbagai benua dan telah memunculkan paduan musik baru jazz-gamelan, melahirkan institusi sebagai ruang belajar dan ekspresi musik gamelan, hingga menghasilkan pemusik gamelan ternama. Pagelaran musik gamelan kini bisa dinikmati di berbagai belahan dunia, namun Yogyakarta adalah tempat yang paling tepat untuk menikmati gamelan karena di kota inilah anda bisa menikmati versi aslinya.
Gamelan yang berkembang di Yogyakarta adalah Gamelan Jawa, sebuah bentuk gamelan yang berbeda dengan Gamelan Bali ataupun Gamelan Sunda. Gamelan Jawa memiliki nada yang lebih lembut dan slow, berbeda dengan Gamelan Bali yang rancak dan Gamelan Sunda yang sangat mendayu-dayu dan didominasi suara seruling. Perbedaan itu wajar, karena Jawa memiliki pandangan hidup tersendiri yang diungkapkan dalam irama musik gamelannya.
Pandangan hidup Jawa yang diungkapkan dalam musik gamelannya adalah keselarasan kehidupan jasmani dan rohani, keselarasan dalam berbicara dan bertindak sehingga tidak memunculkan ekspresi yang meledak-ledak serta mewujudkan toleransi antar sesama. Wujud nyata dalam musiknya adalah tarikan tali rebab yang sedang, paduan seimbang bunyi kenong, saron kendang dan gambang serta suara gong pada setiap penutup irama.
Tidak ada kejelasan tentang sejarah munculnya gamelan. Perkembangan musik gamelan diperkirakan sejak kemunculan kentongan, rebab, tepukan ke mulut, gesekan pada tali atau bambu tipis hingga dikenalnya alat musik dari logam. Perkembangan selanjutnya setelah dinamai gamelan, musik ini dipakai untuk mengiringi pagelaran wayang, dan tarian. Barulah pada beberapa waktu sesudahnya berdiri sebagai musik sendiri dan dilengkapi dengan suara para sinden.
Seperangkat gamelan terdiri dari beberapa alat musik, diantaranya satu set alat musik serupa drum yang disebut kendang, rebab dan celempung, gambang, gong dan seruling bambu. Komponen utama yang menyusun alat-alat musik gamelan adalah bambu, logam, dan kayu. Masing-masing alat memiliki fungsi tersendiri dalam pagelaran musik gamelan, misalnya gong berperan menutup sebuah irama musik yang panjang dan memberi keseimbangan setelah sebelumnya musik dihiasi oleh irama gending.
Gamelan Jawa adalah musik dengan nada pentatonis. Satu permainan gamelan komplit terdiri dari dua putaran, yaitu slendro dan pelog. Slendro memiliki 5 nada per oktaf, yaitu 1 2 3 5 6 [C- D E+ G A] dengan perbedaan interval kecil. Pelog memiliki 7 nada per oktaf, yaitu 1 2 3 4 5 6 7 [C+ D E- F# G# A B] dengan perbedaan interval yang besar. Komposisi musik gamelan diciptakan dengan beberapa aturan, yaitu terdiri dari beberapa putaran dan pathet, dibatasi oleh satu gongan serta melodinya diciptakan dalam unit yang terdiri dari 4 nada.
Anda bisa melihat gamelan sebagai sebuah pertunjukan musik tersendiri maupun sebagai pengiring tarian atau seni pertunjukan seperti wayang kulit dan ketoprak. Sebagai sebuah pertunjukan tersendiri, musik gamelan biasanya dipadukan dengan suara para penyanyi Jawa (penyanyi pria disebut wiraswara dan penyanyi wanita disebut waranggana). Pertunjukan musik gamelan yang digelar kini bisa merupakan gamelan klasik ataupun kontemporer. Salah satu bentuk gamelan kontemporer adalah jazz-gamelan yang merupakan paduan paduan musik bernada pentatonis dan diatonis.
Salah satu tempat di Yogyakarta dimana anda bisa melihat pertunjukan gamelan adalah Kraton Yogyakarta. Pada hari Kamis pukul 10.00 - 12.00 WIB digelar gamelan sebagai sebuah pertunjukan musik tersendiri. Hari Sabtu pada waktu yang sama digelar musik gamelan sebagai pengiring wayang kulit, sementara hari Minggu pada waktu yang sama digelar musik gamelan sebagai pengiring tari tradisional Jawa. Untuk melihat pertunjukannya, anda bisa menuju Bangsal Sri Maganti. Sementara untuk melihat perangkat gamelan tua, anda bisa menuju bangsal kraton lain yang terletak lebih ke belakang.
Sendratari Ramayana, Drama dalam Tarian Khas Jawa
Sendratari Ramayana adalah seni pertunjukan yang cantik, mengagumkan dan sulit tertandingi. Pertunjukan ini mampu menyatukan ragam kesenian Jawa berupa tari, drama dan musik dalam satu panggung dan satu momentum untuk menyuguhkan kisah Ramayana, epos legendaris karya Walmiki yang ditulis dalam bahasa Sanskerta.
Kisah Ramayana yang dibawakan pada pertunjukan ini serupa dengan yang terpahat pada Candi Prambanan. Seperti yang banyak diceritakan, cerita Ramayana yang terpahat di candi Hindu tercantik mirip dengan cerita dalam tradisi lisan di India. Jalan cerita yang panjang dan menegangkan itu dirangkum dalam empat lakon atau babak, penculikan Sinta, misi Anoman ke Alengka, kematian Kumbakarna atau Rahwana, dan pertemuan kembali Rama-Sinta.
Seluruh cerita disuguhkan dalam rangkaian gerak tari yang dibawakan oleh para penari yang rupawan dengan diiringi musik gamelan. Anda diajak untuk benar-benar larut dalam cerita dan mencermati setiap gerakan para penari untuk mengetahui jalan cerita. Tak ada dialog yang terucap dari para penari, satu-satunya penutur adalah sinden yang menggambarkan jalan cerita lewat lagu-lagu dalam bahasa Jawa dengan suaran
ya yang khas.
Cerita dimulai ketika Prabu Janaka mengadakan sayembara untuk menentukan pendamping Dewi Shinta (puterinya) yang akhirnya dimenangkan Rama Wijaya. Dilanjutkan dengan petualangan Rama, Shinta dan adik lelaki Rama yang bernama Laksmana di Hutan Dandaka. Di hutan itulah mereka bertemu Rahwana yang ingin memiliki Shinta karena dianggap sebagai jelmaan Dewi Widowati, seorang wanita yang telah lama dicarinya.
Untuk menarik perhatian Shinta, Rahwana mengubah seorang pengikutnya yang bernama Marica menjadi Kijang. Usaha itu berhasil karena Shinta terpikat dan meminta Rama memburunya. Laksama mencari Rama setelah lama tak kunjung kembali sementara Shinta ditinggalkan dan diberi perlindungan berupa lingkaran sakti agar Rahwana tak bis
a menculik. Perlindungan itu gagal karena Shinta berhasil diculik setelah Rahwana mengubah diri menjadi sosok Durna.
Di akhir cerita, Shinta berhasil direbut kembali dari Rahwana oleh Hanoman, sosok kera yang lincah dan perkasa. Namun ketika dibawa kembali, Rama justru tak mempercayai Shinta lagi dan menganggapnya telah ternoda. Untuk membuktikan kesucian diri, Shinta diminta membakar raganya. Kesucian Shinta terbukti karena raganya sedikit pun tidak terbakar tetapi justru bertambah cantik. Rama pun akhirnya menerimanya kembali sebagai istri.
Anda tak akan kecewa bila menikmati pertunjukan sempurna ini sebab tak hanya tarian dan musik saja yang dipersiapkan. Pencahayaan disiapkan sedemikian rupa sehingga tak hanya menjadi sinar yang bisu, tetapi mampu menggambarkan kejadian tertentu dalam cerita. Begitu pula riasan pada tiap penari, tak hanya mempercantik tetapi juga mampu mengga
mbarkan watak tokoh yang diperankan sehingga penonton dapat dengan mudah mengenali meski tak ada dialog.
Anda juga tak hanya bisa menjumpai tarian saja, tetapi juga adegan menarik seperti permainan bola api dan kelincahan penari berakrobat. Permainan bola api yang menawan bisa dijumpai ketik Hanoman yang semula akan dibakar hidup-hidup justru berhasil membakar kerajaan Alengkadiraja milik Rahwana. Sementara akrobat bisa dijumpai ketika Hanoman berperang dengan para pengikut Rahwana. Permainan api ketika Shinta hendak membakar diri juga menarik untuk disaksikan.
Di Yogyakarta, terdapat dua tempat untuk menyaksikan Sendratari Ramayana.
Pertama, di Purawisata Yogyakarta yang terletak di Jalan Brigjen Katamso, sebelah timur Kraton Yogyakarta. Di tempat yang telah memecahkan rekor Museum Rekor Indonesia (MURI) pada tahun 2002 setelah mementaskan sendratari setiap hari tanpa pernah absen selama 25 tahun tersebut, anda akan mendapatkan paket makan malam sekaligus melihat sendratari. Tempat menonton lainnya adalah di Candi Prambanan, tempat cerita Ramayana yang asli terpahat di relief candinya
Wayang Kulit, Mahakarya Seni Pertunjukan Jawa
Malam di Yogyakarta akan terasa hidup jika anda melewatkannya dengan melihat wayang kulit. Irama gamelan yang rancak berpadu dengan suara merdu para sinden takkan membiarkan anda jatuh dalam kantuk. Cerita yang dibawakan sang dalang akan membawa anda la
rut seolah ikut masuk menjadi salah satu tokoh dalam kisah yang dibawakan. Anda pun dengan segera akan menyadari betapa agungnya budaya Jawa di masa lalu.
Wayang kulit adalah seni pertunjukan yang telah berusia lebih dari setengah milenium. Kemunculannya memiliki cerita tersendiri, terkait dengan masuknya Islam Jawa. Salah satu anggota Wali Songo menciptakannya dengan mengadopsi Wayang Beber yang berkembang pada masa kejayaan Hindu-Budha. Adopsi itu dilakukan karena wayang terlanjur lekat dengan orang Jawa sehingga menjadi media yang tepat untuk dakwah menyebarkan Islam, sementara agama Islam melarang bentuk seni rupa. Alhasil, diciptakan wayang kulit dimana orang hanya bisa melihat bayangan.
Pagelaran wayang kulit dimainkan oleh seorang yang kiranya bisa disebut penghibur publik terhebat di dunia. Bagaimana tidak, selama semalam suntuk, sang dalang memainkan seluruh karakter aktor wayang kulit yang merupakan orang-orangan berbahan kulit kerbau dengan dihias motif hasil kerajinan tatah sungging (ukir kulit). Ia harus mengubah karakter suara, berganti intonasi, mengeluarkan guyonan dan bahkan menyanyi. Untuk menghidupkan suasana, dalang dibantu oleh musisi yang memainkan gamelan dan para sinden yang menyanyikan lagu-lagu Jawa.
Tokoh-tokoh dalam wayang keseluruhannya berjumlah ratusan. Orang-orangan yang sedang tak dimainkan diletakkan dalam batang pisang yang ada di dekat sang dalang. Saat dimainkan, orang-orangan akan tampak sebagai bayangan di layar putih yang ada di depan sang dalang. Bayangan itu bisa tercipta karena setiap pertunjukan wayang memakai lampu minyak sebagai pencahayaan yang membantu pemantulan orang-orangan yang sedang dimainkan.
Setiap pagelaran wayang menghadirkan kisah atau lakon yang berbeda. Ragam lakon terbagi menjadi 4 kategori yaitu lakon pakem, lakon carangan, lakon gubahan dan lakon karangan. Lakon pakem memiliki cerita yang seluruhnya bersumber pada perpustakaan wayang sedangkan pada lakon carangan hanya garis besarnya saja yang bersumber pada perpustakaan wayang. Lakon gubahan tidak bersumber pada cerita pewayangan tetapi memakai tempat-tempat yang sesuai pada perpustakaan wayang, sedangkan lakon karangan sepenuhnya bersifat lepas.
Cerita wayang bersumber pada beberapa kitab tua misalnya Ramayana, Mahabharata, Pustaka Raja Purwa dan Purwakanda. Kini, juga terdapat buku-buku yang memuat lakon gubahan dan karangan yang selama ratusan tahun telah disukai masyarakat Abimanyu kerem, Doraweca, Suryatmaja Maling dan sebagainya. Diantara semua kitab tua yang dipakai, Kitab Purwakanda adalah yang paling sering digunakan oleh dalang-dalang dari Kraton Yogyakarta. Pagelaran wayang kulit dimulai ketika sang dalang telah mengeluarkan gunungan. Sebuah pagelaran wayang semalam suntuk gaya Yogyakarta dibagi dalam 3 babak yang memiliki 7 jejeran (adegan) dan 7 adegan perang. Babak pertama, disebut pathet lasem, memiliki 3 jejeran dan 2 adegan perang yang diiringi gending-gending pathet lasem. Pathet Sanga yang menjadi babak kedua memiliki 2 jejeran dan 2 adegan perang, sementara Pathet Manura yang menjadi babak ketiga mempunyai 2 jejeran dan 3 adegan perang. Salah satu bagian yang paling dinanti banyak orang pada setiap pagelaran wayang adalah gara-gara yang menyajikan guyonan-guyonan khas Jawa.
Sasono Hinggil yang terletak di utara alun-Alun Selatan adalah tempat yang paling sering menggelar acara pementasan wayang semalam suntuk, biasanya diadakan setiap minggu kedua dan keempat mulai pukul 21.00 WIB. Tempat lainnya adalah Bangsal Sri Maganti yang terletak di Kraton Yogyakarta. Wayang Kulit di bangsal tersebut dipentaskan selama 2 jam mulai pukul 10.00 WIB setiap hari Sabtu dengan tiket Rp 5.000,00.
YOGYAKARTA NEVER ENDING ASIA
YOGYAKARTA
Daerah Istimewa Yogyakarta, atau biasa disebut Jogja, adalah satu dari tempat-tempat pusat kebudayaan di Jawa. Terletak di kaki Gunung Merapi, Yogyakarta pernah menjadi pusat pemerintahan Kerajaan Mataram Islam pada sekitar abad 16 dan 17. Dari Kerajaan Mataram inilah kebudayaan tradisional Yogyakarta yang diketahui saat ini berasal. Propinsi ini memiliki karisma tertentu yang selalu mempesona setiap orang yang mengunjunginya.
Oleh-Oleh
Obyek-obyek Wisata
|
MAKANAN KHAS JOGJA
Kalau tentang gudeg, aku malah ingetnya waktu main ke kota Pekalongan. Di sana makanannya rata-rata asin banget. Daripada spekulasi, akhirnya pada sepakat cari makanan yang khas Yogya aja. Eh… ternyata di Pekalongan ada gudeg jogja. Tapi opo tumon… Ternyata gudegnya juga asin banget. Wealah… hire dab, gene yo asin ngene… Tapi dasar perut lapar, asin pun masuk juga. Hehehe…
Memang yang namanya gudeg, identik dengan rasanya yang manis. Walaupun sekarang karena mengikuti selera turis dan pendatang, manisnya nggak kebangeten kok….!!!
Kalo pagi-pagi, di sudut-sudut kota jogja banyak ditemui bakul gudeg. Tapi kalo yang mau 24 jam, ya di daerah Wijilan pusatnya. Sebelah timur alun-alun utara, masuk ke Plengkung Gading, itu udah masuk Wijilan. Tapi harganya harga jakarta lho….!!! Hehehe.
Bakpia.
Wah wah, sebenarnya ini makanan Jogja atau bukan ya ?? Namanya kok seperti bukan nama Jawa, tapi cenderung ke nama dari etnis tionghoa, semacam bakso, juga bakmoy.
Nggak tau bagaimana sejarahnya, tapi makanan yang isinya kumbu kacang ijo ini memang lezat. Dan sekarang isinya sudah banyak dimodifikasi, ada yang kering dan ada yang basah.
Gampang kok di Yogya ndapetin bakpia, ada di toko oleh-oleh. Di jalan Mataram kalau mau menuju Stasiun Tugu dari arah selatan. Juga di jalan Solo kalau mau menuju Bandara Adisucipto.
Tapi pernah ada sebuah merk bakpia yang terkenal tiba-tiba merosot penjualannya, karena di-isu-kan masaknya pake minyak babi. Tapi akhirnya laris lagi, wong memang nggak pake minyak babi kok. Ada kenalan ku yang kerja di situ cerita kalo itu cuma isu.
Yangko.
Wah, Yangko sekarang rasanya macem-macem, rasa buah-buahan. Makanan khas Yogya yang bahan pokoknya ketan dan berbentuk kotak dibungkus kertas tipis ini aslinya dari daerah Kotagede, daerah penghasil kerajinan perak.
Enak…!!! Ndapetinnya ya di toko oleh-oleh juga. Gampang…!!!
Geplak.
Ini nih makanan lezat dari daerah Kabupaten Bantul, masuk propinsi Yogyakarta juga. Pokoknya rasa cuma manis dan manis. Memang ada inovasi bikin rasa yang beraneka, tapi kok perasaan tetep dominan rasa manis ya……!!!
Makanan ini berbahan pokok kelapa yang diparut. Terus dibikin bulat-bulat atau lonjong. Aslinya dulu rasa manisnya pake gula jawa. Tapi sekarang kok sulit ya cari yang manisnya pake gula jawa….
Di toko oleh-oleh biasanya ditaruh di kaca paling depan, tumpuk-tumpuk bulat-bulat dan warna warni… hehehe…..
Geblek.
Waduh, memang susah menerangkan pengucapan makanan khas kabupaten Kulon Progo ini. Geblek…..!!! Hehehehe…. Huruf “e” yang pertama dibacanya seperti “e” dalam kata “menerangkan” (asal “e” yang di kata “menerangkan” tidak diucapkan dengan logat Batak lho ya…!!!).
Nah, huruf “e” yang ke-dua pada kata geblek, pengucapan “e”-nya sama dengan pengucapan “e” dalam kata bahasa Inggris “black”.
Jadi boleh-lah kita tulis “ge-black”.
Makanan khas kabupaten Kulonprogo ini cuma ada di kota Wates, ibukota kabupaten Kulon Progo, propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Yang pake kendaraan pribadi menuju Bandung / Jakarta yang lewat jalur selatan, mesti melewati Kota Wates. Sempatin nyari ge-black ini ya…. Hehehe… Gurih…!!! Empuk….!!! Enak….!!!
Tiwul dan Gathot.
Hahaha…….., kalau dibilang ini makanan khas Yogyakarta, temen-temen yang orang Yogya kota pada protes, tiwul dan gathot ini bukan makanan khas Yogya, ini makanan lambang kesengsaraan. Lho kok bisa ???
Tiwul dan Gathot ini makanan khas dari Kabupaten Gunung Kidul, kabupaten di propinsi DIY yang wilayahnya kering dan tandus. Aslinya makanan ini merupakan makanan pokok alternatif setelah nasi. Tapi penduduk Gunungkidul sendiri rata-rata sudah “nggaya” nggak bikin tiwul lagi. Padahal kalau mau kembali ke tiwul, maemnya pake sayur lombok ijo, wah… seger….!!! Berasnya bisa dijual ke luar aja….
Makanan ini dibuat dari ketela pohon (ubi kayu) yang dikeringkan, disebut dengan nama terkenal : “gaplek”.
Gaplek ini kemudian diproses menjadi tiwul gunungkidul.
Ada yang penasaran pengen nyoba, nyari-nya ya cuma di kota Wonosari, ready stock di warungnya Mbok Tum. Awet juga kok, yang nggak awet cuma parutan kelapanya. Tapi tiwulnya ya sudah mengikuti selera untuk oleh-oleh, sudah bukan tiwul bentuk asli-nya tiwul gunungkidul yang dimaemnya pake sayur.. Tiwul oleh-oleh di warungnya Mbok Tum ini dibikin seperti gunungan, dikemas dalam besek. Ada yang manis dan ada yang gurih. Mau coba ???
Masih banyak lagi makanan khas Yogyakarta, ada peyek, ada growol, …. Kapan-kapan sambung lagi….!!!!
KERAJINAN KOTA JOGJA
Batik
Perak
Wayang
Seni wayang banyak terdapat di daerah jawa, khususnya jogjakarta, para pengrajin maupun pendalang sudah diwariskan secara turun temurun. Pengarajin wayang banyak terdapat di daerah pasar ngasem, bahan-bahan dari wayang ini terbuat dari kulit sapi atau kerbau, sehingga tidak mudah rusak dan awet. Wayang mudah di dapat juga di daerah sepanjang malioboro.
Wisata Kota Jogja
Komplek Parangtritis sejak dulu sudah terkenal, tidak saja sebagai tempat rekreasi pantai yang memiliki hamparan pasir luas, tetapi juga terkenal sebagai tempat yang memiliki berbagai peninggalan sejarah. Komplek Parangtritis terdiri dari Pantai Parangtritis, Parangkusumo dan dataran tinggi Gembirowati.
Konon asal mula Parangtritis di ambil dari keadaan alam yang terdiri dari batu-batu karang dimana dari atas salah satu tempat di tebing pegunungan yang terdiri dari batuan kapur, yang selalu meneteskan air kebawah, menyerupai tritis. Karena air tersebut mengandung zat kapur , maka batu-batu karang makin bertambahn besar . Terbentuklah kolam dengan air yang sangat jernih, yang saat ini telah dibangun sebuah kolam renang yang cukup bagus.
Kolam ini diketemukan dan dipelihara oleh Sultan Hamengku Buwono VII. Di kompleks ini juga terdapat beberapa obyek lain yang menarik untuk dilihat. Kompleks wisata ini dapat dicapai melalui dua jalur. Jalur pertama lewat jembatan Kretek, yang kedua lewat Imogiri dan Siluk
Merapi
Gunung Merapi, merupakn satu satunya gunung berapi di Daerah Istimewa Yogyakarta. Letaknya kurang lebih 30 kilometer, sebelah Utara kota Yogyakarta dan puncaknya berupa dataran pasir yang tidak rata, seluas lebih kurang 4 hektar, dengan beberapa lubang kepundan yang satu sua diantaranya selalu mengepulkan asap tebal, menandai gunung Merapi masih aktif bekerja.
Bilamana gunung ini menunjukan kedahsyatan erupsinya, masyarakat Yogyakarta dapat menyaksikan gumpalan asapnya yang berwarna putih kelabu atau kehitaman-hitaman mengepul keatas yang dari kejauhan nampak seperti timbunan bulu domba. Akan tetapi bilaman gungung itu dalam keadaan "tenang", pesonanya demikian memukau, sehingga merangsang para remajayang ingin berpetualang mendaki gunung dan para pecinta olahraga mendaki gunung untuk menaklukan puncaknya
Bagi yang kurang berminat melakukan pendakian sampai ke puncak masih dapat memuaskan hasrat hatinya untuk mengagumi kedahsyatan yang indah dari gunung Merapi ini, dari daerah Bebeng yang terletak lebih kurang 2 kilometer disebelah tenggara daerah Kaliurang, atau bisa juga melihat dari daerah Turi, lebih kurang 5 km disebelah barat daerah Kaliurang, jika ingin menyaksikan puncak Merapi dari kejauhan secara jelas, dapat digunakan teropong pengamat dari Pos Pengamatan Gunung Merapi di Plawangan
SEJARAH JOGJA
secara geografis, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta terletak di antara :
• • 7º 30‘ sampai dengan 8º15’ Lintang Selatan
• • 110º sampai d0º52’ Bujur Timur
dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:
• • Sebelah Utara berbatasan dengan Kabuapten Magelang.
• • Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Klaten dan Wonogiri.
• • Sebelah Selatan berbatasan dengan Samudra Indonesia.
• • Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Purworejo
Sejarah kota jogja
Berdirinya Kota Yogyakarta berawal dari adanya Perjanjian Gianti pada Tanggal 13 Februari 1755 yang ditandatangani Kompeni Belanda di bawah tanda tangan Gubernur Nicholas Hartingh atas nama Gubernur Jendral Jacob Mossel. Isi Perjanjian Gianti : Negara Mataram dibagi dua : Setengah masih menjadi Hak Kerajaan Surakarta, setengah lagi menjadi Hak Pangeran Mangkubumi. Dalam perjanjian itu pula Pengeran Mangkubumi diakui menjadi Raja tas setengah daerah Pedalaman Kerajaan Jawa dengan Gelar Sultan Hamengku Buwono Senopati Ing Alega Abdul Rachman Sayidin Panatagama Khalifatullah.
Adapun daerah-daerah yang menjadi kekuasaannya adalah Mataram (Yogyakarta), Pojong, Sukowati, Bagelen, Kedu, Bumigede dan ditambah daerah mancanegara yaitu; Madiun, Magetan, Cirebon, Separuh Pacitan, Kartosuro, Kalangbret, Tulungagung, Mojokerto, Bojonegoro, Ngawen, Sela, Kuwu, Wonosari, Grobogan.
Setelah selesai Perjanjian Pembagian Daerah itu, Pengeran Mangkubumi yang bergelar Sultan Hamengku Buwono I segera menetapkan bahwa Daerah Mataram yang ada di dalam kekuasaannya itu diberi nama Ngayogyakarta Hadiningrat dan beribukota di Ngayogyakarta (Yogyakarta). Ketetapan ini diumumkan pada tanggal 13 Maret 1755.
Tempat yang dipilih menjadi ibukota dan pusat pemerintahan ini ialah Hutan yang disebut Beringin, dimana telah ada sebuah desa kecil bernama Pachetokan, sedang disana terdapat suatu pesanggrahan dinamai Garjitowati, yang dibuat oleh Susuhunan Paku Buwono II dulu dan namanya kemudian diubah menjadi Ayodya. Setelah penetapan tersebut diatas diumumkan, Sultan Hamengku Buwono segera memerintahkan kepada rakyat membabad hutan tadi untuk didirikan Kraton.
Sebelum Kraton itu jadi, Sultan Hamengku Buwono I berkenan menempati pasanggrahan Ambarketawang daerah Gamping, yang tengah dikerjakan juga. Menempatinya pesanggrahan tersebut resminya pada tanggal 9 Oktober 1755. Dari tempat inilah beliau selalu mengawasi dan mengatur pembangunan kraton yang sedang dikerjakan.
Setahun kemudian Sultan Hamengku Buwono I berkenan memasuki Istana Baru sebagai peresmiannya. Dengan demikian berdirilah Kota Yogyakarta atau dengan nama utuhnya ialah Negari Ngayogyakarta Hadiningrat. Pesanggrahan Ambarketawang ditinggalkan oleh Sultan Hamengku Buwono untuk berpindah menetap di Kraton yang baru. Peresmian mana terjadi Tanggal 7 Oktober 1756
Kota Yogyakarta dibangun pada tahun 1755, bersamaan dengan dibangunnya Kerajaan Ngayogyakarta Hadiningrat oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I di Hutan Beringin, suatu kawasan diantara sungai Winongo dan sungai Code dimana lokasi tersebut nampak strategi menurut segi pertahanan keamanan pada waktu itu
Sesudah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paduka Paku Alam VIII menerima piagam pengangkatan menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur Propinsi DIY dari Presiden RI, selanjutnya pada tanggal 5 September 1945 beliau mengeluarkan amanat yang menyatakan bahwa daerah Kesultanan dan daerah Pakualaman merupakan Daerah Istimewa yang menjadi bagian dari Republik Indonesia menurut pasal 18 UUD 1945. Dan pada tanggal 30 Oktober 1945, beliau mengeluarkan amanat kedua yang menyatakan bahwa pelaksanaan Pemerintahan di Daerah Istimewa Yogyakarta akan dilakukan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Sri Paduka Paku Alam VIII bersama-sama Badan Pekerja Komite Nasional
Meskipun Kota Yogyakarta baik yang menjadi bagian dari Kesultanan maupun yang menjadi bagian dari Pakualaman telah dapat membentuk suatu DPR Kota dan Dewan Pemerintahan Kota yang dipimpin oleh kedua Bupati Kota Kasultanan dan Pakualaman, tetapi Kota Yogyakarta belum menjadi Kota Praja atau Kota Otonom, sebab kekuasaan otonomi yang meliputi berbagai bidang pemerintahan masih tetap berada di tangan Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta.
Kota Yogyakarta yang meliputi daerah Kasultanan dan Pakualaman baru menjadi Kota Praja atau Kota Otonomi dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1947, dalam pasal I menyatakan bahwa Kabupaten Kota Yogyakarta yang meliputi wilayah Kasultanan dan Pakualaman serta beberapa daerah dari Kabupaten Bantul yang sekarang menjadi Kecamatan Kotagede dan Umbulharjo ditetapkan sebagai daerah yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Daerah tersebut dinamakan Haminte Kota Yogyakaarta.
Untuk melaksanakan otonomi tersebut Walikota pertama yang dijabat oleh Ir.Moh Enoh mengalami kesulitan karena wilayah tersebut masih merupakan bagian dari Daerah Istimewa Yogyakarta dan statusnya belum dilepas. Hal itu semakin nyata dengan adanya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah, di mana Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai Tingkat I dan Kotapraja Yogyakarta sebagai Tingkat II yang menjadi bagian Daerah Istimewa Yogyakarta.
Selanjutnya Walikota kedua dijabat oleh Mr.Soedarisman Poerwokusumo yang kedudukannya juga sebagai Badan Pemerintah Harian serta merangkap menjadi Pimpinan Legislatif yang pada waktu itu bernama DPR-GR dengan anggota 25 orang. DPRD Kota Yogyakarta baru dibentuk pada tanggal 5 Mei 1958 dengan anggota 20 orang sebagai hasil Pemilu 1955.
Dengan kembali ke UUD 1945 melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959, maka Undang-undang Nomor 1 Tahun 1957 diganti dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 1965 tentang pokok-pokok Pemerintahan di Daerah, tugas Kepala Daerah dan DPRD dipisahkan dan dibentuk Wakil Kepala Daerah dan badan Pemerintah Harian serta sebutan Kota Praja diganti Kotamadya Yogyakarta.
Atas dasar Tap MPRS Nomor XXI/MPRS/1966 dikeluarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah. Berdasarkan Undang-undang tersebut, DIY merupakan Propinsi dan juga Daerah Tingkat I yang dipimpin oleh Kepala Daerah dengan sebutan Gubernur Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta dan Wakil Gubernur Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta yang tidak terikat oleh ketentuan masa jabatan, syarat dan cara pengangkatan bagi Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah lainnya, khususnya bagi beliau Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paduka Paku Alam VIII. Sedangkan Kotamadya Yogyakarta merupakan daerah Tingkat II yang dipimpin oleh Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II dimana terikat oleh ketentuan masa jabatan, syarat dan cara pengangkatan bagi kepala Daerah Tingkat II seperti yang lain.
Seiring dengan bergulirnya era reformasi, tuntutan untuk menyelenggarakan pemerintahan di daerah secara otonom semakin mengemuka, maka keluarlah Undang-undang No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang mengatur kewenangan Daerah menyelenggarakan otonomi daerah secara luas,nyata dan bertanggung jawab.Sesuai UU ini maka sebutan untuk Kotamadya Dati II Yogyakarta diubah menjadi Kota Yogyakarta sedangkan untuk pemerintahannya disebut dengan Pemerintahan Kota Yogyakarta dengan Walikota Yogyakarta sebagai Kepala Daerahnya